Setelah reformasi, melalui perubahan kedua UUD 1945 pada tahun 2000, jaminan konstitusional sangat tegas ditentukan dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat". Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly) dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression).
Namun dalam implementasinya, UUD 1945 pasal 28E ayat (3) tersebut belum berjalan dengan baik. Sebagai contoh kebebasan berserikat atau berorganisasi, di industri modern saat ini, praktek Union busting atau pemberangusan serikat pekerja masih terus terjadi. Union busting adalah suatu praktek dimana Perusahaan atau Pengusaha berusaha untuk menghentikan aktifitas Serikat Pekerja di wilayah perusahaannya. Praktek Union busting ini dilakukan oleh Pengusaha dalam berbagai bentuk. Antara lain menghalang - halangi Pengurus serikat pekerja dalam menjalankan fungsinya, kampanye anti serikat pekerja yang saat ini sedang ramai menjadi perbincangan di forum media sosial, melakukan mutasi, bahkan sampai melakukan PHK terhadap Pengurus atau Pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja.
Union busting adalah musuh bagi serikat pekerja , karena itu harus dilawan secara bersama - sama oleh seluruh Pekerja. UU No. 21 tahun 2000 pada pasal 28 sangat jelas menyatakan mengenai larangan bagi siapapun untuk menghalang - halangi kebebasan berserikat. Bahkan Pemerintah juga telah mengatur sanksi bagi para Pelaku Union busting dalam UU yang sama pada pasal 43 yang menyatakan bahwa :
- Barang siapa menghalang - halangi atau memaksa Pekerja/ Buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
- Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Alasan mendasar kenapa Perusahaan atau Pengusaha melakukan Union busting adalah karena mereka menganggap serikat pekerja bisa berpengaruh buruk bagi kelangsungan bisnis. Tuntutan serikat pekerja akan upah layak, kondisi dan keselamatan kerja yang sehat, dan peningkatan kesejahteraan bagi pekerja merupakan hal yang merugikan bagi Perusahaan, karena Perusahaan tidak lagi dapat mengumpulkan keuntungan sebesar - besarnya.
Cara melawan Union busting :
Kebebasan berserikat adalah perubahan yang paling signifikan dalam tonggak sejarah perjuangan serikat pekerja di Indonesia. Melalui ratifikasi konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi pada 9 Juni 1998, jaminan kepada pekerja akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasi, demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan - kepentingan pekerja mereka, tanpa sedikitpun ada keterlibatan negara dilindungi secara internasional.
Konvensi ILO No. 87 juga menjamin perlindungan bagi serikat pekerja untuk bebas menjalankan fungsi organisasi, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan - kepentingan pekerja. Menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktifitasnya. Bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pemilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja internasional.
Lawan Union busting..!!! Hidup SPSI...!!! Hidup Buruh...!!! Hidup Indonesia...!!!
SPSI together to be the WINNER!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar